|
SEPEKAN TERAKHIR |
|
|
|
POKOK RENUNGAN |
|
|
|
Marilah kita hidup sebagai anak-anak terang agar hidup kita berbuah kebaikan, keadilan dan kebenaran. |
|
|
|
|
|
|
Renungan Lain oleh Penulis: |
|
|
|
|
|
|
|
|
Home » Renungan » Hidup Bersama Mertua |
|
Hidup Bersama Mertua |
|
Selasa, 14 November 2017 |
|
|
|
|
|
Hidup Bersama Mertua |
|
Efesus 5:8-10 |
|
|
|
|
|
|
Ibu berasal dari desa. Sempat mengenyam pendidikan di Semarang, lalu kembali lagi ke kampung halaman. Keluarga Ibu berasal dari Tiongkok, mamanya bahkan tak bisa berbahasa Indonesia. Mereka pun menganut adat istiadat dan kepercayaan masyarakat Tiongkok asli.
Ketika Ibu menikah dan diboyong ke Jakarta, bisa dibayangkan betapa besar kejutan budaya yang dialami. Tinggal bersama ayah dan Ibu mertua yang berpendidikan Belanda dan beragama Kristen tentunya berbeda jauh dengan keluarga yang ada di desa. Namun Ibu selalu mengingat bahwa keluarga mertuanya tidak pernah memandang rendah kepadanya. Oma, Opa dan para tante saya selalu memperlakukan Ibu dengan baik.
Opa saya memahami bahwa ibu saya kesepian. Jauh dari sanak keluarga dan harus menyesuaikan diri dengan keluarga besar yang baru tentu terasa berat. Untuk mengurangi beban perasaan Ibu, secara teratur Opa membawakan buku-buku yang menarik untuk dibaca. Opa juga mengutus seorang kerabat untuk menemani Ibu jalan-jalan dan...selengkapnya » |
Ibu berasal dari desa. Sempat mengenyam pendidikan di Semarang, lalu kembali lagi ke kampung halaman. Keluarga Ibu berasal dari Tiongkok, mamanya bahkan tak bisa berbahasa Indonesia. Mereka pun menganut adat istiadat dan kepercayaan masyarakat Tiongkok asli.
Ketika Ibu menikah dan diboyong ke Jakarta, bisa dibayangkan betapa besar kejutan budaya yang dialami. Tinggal bersama ayah dan Ibu mertua yang berpendidikan Belanda dan beragama Kristen tentunya berbeda jauh dengan keluarga yang ada di desa. Namun Ibu selalu mengingat bahwa keluarga mertuanya tidak pernah memandang rendah kepadanya. Oma, Opa dan para tante saya selalu memperlakukan Ibu dengan baik.
Opa saya memahami bahwa ibu saya kesepian. Jauh dari sanak keluarga dan harus menyesuaikan diri dengan keluarga besar yang baru tentu terasa berat. Untuk mengurangi beban perasaan Ibu, secara teratur Opa membawakan buku-buku yang menarik untuk dibaca. Opa juga mengutus seorang kerabat untuk menemani Ibu jalan-jalan dan sesekali makan di luar. Jika saya yang saat itu masih bayi jatuh sakit, Ibu dan Opa akan bergantian menggendong saya sepanjang malam. Padahal Opa masih harus bekerja dari pagi hingga petang. Bisa dibayangkan betapa lelahnya.
Meskipun pernikahan Ibu akhirnya kandas di tengah jalan ... kenangan akan keluarga mertua yang sangat baik membuat Ibu tidak asing dengan nilai-nilai Kristiani. Padahal Ibu saat itu masih menganut keyakinan lain. Bahkan ketika saya yang sudah duduk di bangku SD bingung harus menulis apa di kolom agama, Ibu tidak memaksa saya mengikutinya. Saya diberi pilihan, boleh mengikuti agama Opa atau keyakinan Ibu. Dan saya memilih mengikuti keyakinan Opa.
Ketika pada akhirnya Ibu menanggapi ajakan saya untuk percaya kepada Tuhan Yesus Kristus, saya yakin bahwa jauh sebelum itu, kesan yang sangat baik dari keluarga mertua Kristiani telah membuka jalan baginya untuk percaya. Kasih dan ketulusan yang diterima Ibu dari keluarga Opa telah mempersiapkan hatinya untuk menerima Yesus Kristus sang Juruselamat. Terpujilah nama Tuhan.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
FOLLOW OUR INSTAGRAM |
|
|
|
|
|
|
|