|
SEPEKAN TERAKHIR |
|
|
|
POKOK RENUNGAN |
|
|
|
Tanpa hati yang berbelas kasih, ‘membagi hidup’ yang kita lakukan tidak akan membuat Tuhan tersenyum melihatnya.
|
|
|
|
|
|
|
Renungan Lain oleh Penulis: |
|
|
|
|
|
|
|
|
Home » Renungan » Natal Winona |
|
Natal Winona |
|
Selasa, 12 Desember 2017 |
|
|
|
|
|
Natal Winona |
|
Matius 2:1-12 |
|
|
|
|
|
|
Winona, gadis kecil itu, sedang asyik bermain salju yang menumpuk di depan rumahnya. Dengan wajah yang ceria ia berlari-lari kecil ke sana ke mari. Hawa dingin tidak dirasakannya karena terhalau oleh jaket tebal dan sarung tangan yang dikenakannya. Tetapi tiba-tiba langkah dan geraknya terhenti. Pandangan matanya mengarah ke seberang jalan. Tanpa berkedip matanya memperhatikan seorang tua yang sedang berjalan perlahan dengan pakaian lusuh seadanya sambil menahan hawa dingin yang menusuk tulang. Diperhatikannya dengan seksama, ternyata sosok itu tidak asing baginya. Ia tahu siapa wanita itu meskipun tidak cukup mengenalnya. Ya, wanita adalah nyonya Clara, wanita sebatang kara yang tinggal dua blok dari rumahnya.
Tiba-tiba hatinya sedih. Pikirnya dalam hati, “Kasihan sekali nyonya Clara, ia pasti kedinginan. Pakaiannya lusuh dan tidak cukup tebal untuk menahan hawa dingin. Bagaimana kalau nanti ia sakit? Bagaimana kalau terjadi apa-apa dengannya?” Buru-buru ia masuk ke dalam rumah dan berkata kepada mamanya, “Mom, bolehkah aku mengambil uang celenganku untuk membeli jaket tebal.” Mamanya yang belum mengerti menjawab, “Lho, bukankah kamu sudah punya beberapa jaket tebal. Lagian kamu ‘kan menabung uang itu untuk membeli boneka.” Sebelum sempat mamanya me...selengkapnya » |
Winona, gadis kecil itu, sedang asyik bermain salju yang menumpuk di depan rumahnya. Dengan wajah yang ceria ia berlari-lari kecil ke sana ke mari. Hawa dingin tidak dirasakannya karena terhalau oleh jaket tebal dan sarung tangan yang dikenakannya. Tetapi tiba-tiba langkah dan geraknya terhenti. Pandangan matanya mengarah ke seberang jalan. Tanpa berkedip matanya memperhatikan seorang tua yang sedang berjalan perlahan dengan pakaian lusuh seadanya sambil menahan hawa dingin yang menusuk tulang. Diperhatikannya dengan seksama, ternyata sosok itu tidak asing baginya. Ia tahu siapa wanita itu meskipun tidak cukup mengenalnya. Ya, wanita adalah nyonya Clara, wanita sebatang kara yang tinggal dua blok dari rumahnya.
Tiba-tiba hatinya sedih. Pikirnya dalam hati, “Kasihan sekali nyonya Clara, ia pasti kedinginan. Pakaiannya lusuh dan tidak cukup tebal untuk menahan hawa dingin. Bagaimana kalau nanti ia sakit? Bagaimana kalau terjadi apa-apa dengannya?” Buru-buru ia masuk ke dalam rumah dan berkata kepada mamanya, “Mom, bolehkah aku mengambil uang celenganku untuk membeli jaket tebal.” Mamanya yang belum mengerti menjawab, “Lho, bukankah kamu sudah punya beberapa jaket tebal. Lagian kamu ‘kan menabung uang itu untuk membeli boneka.” Sebelum sempat mamanya melanjutkan perkataan, Winona menyahut, “Bukan buat aku, Mom. Tetapi buat nyonya Clara. Aku tadi melihatnya berjalan kedinginan. Boleh ya mom... boleh ya?” Pintanya sambil menarik-narik lengan mamanya. Agak sedikit kaget, mamanya tersenyum haru kemudian mengangguk dan mencium pipi putri kesayangannya.
Sadarkah kita jika Natal seringkali telah disalahmengerti oleh banyak orang kristen? Bukan hanya anak-anak tetapi juga orang dewasa. Natal telah menjadi ‘ajang’ untuk memuaskan keinginan diri. Natal dipahami sebagai momen untuk mendapat sesuatu. Padahal sebenarnya Natal kental dengan nilai kesediaan memberi diri seperti halnya yang dilakukan oleh para tokoh-tokoh dalam peristiwa Natal. Seperti halnya para Majus. Mereka menempuh perjalanan jauh untuk bertemu Sang Mesias, dan membawa persembahan ketika berjumpa dengan-Nya.
Di saat Natal, Seringkali anak-anak mengharap mendapat kado dari Sinterklas. Orang-orang dewasa dalam doanya ingin mendapatkan berkat yang lebih [sayangnya cenderung bersifat materi dan bukan rohani]. Mereka berdoa omset dan keuntungan usahanya semakin banyak; kariernya semakin menanjak; hidupnya semakin mapan dan kecukupan, dsb. Apakah salah harapan dan permintaan tersebut? Tidak, tapi pertanyaannya adalah untuk siapa semuanya itu? Apakah hanya untuk memuaskan keinginan hatinya sendiri?
Jemaat terkasih, di momen Natal tahun ini, mari kita memaknainya dengan kepedulian kepada sesama. Kesediaan dan kerelaan untuk ‘membagi hidup’ bagi sesama seperti Winona. Bukan sekedar harta, tenaga, ataupun waktu kita, tetapi juga termasuk hati kita. Karena tanpa hati yang penuh kasih tidak akan ada pemberian, kepedulian, ataupun pengorbanan yang berkenan kepada Tuhan.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
FOLLOW OUR INSTAGRAM |
|
|
|
|
|
|
|