|
SEPEKAN TERAKHIR |
|
|
|
POKOK RENUNGAN |
|
|
|
Barangsiapa Kukasihi, ia Kutegor dan Kuhajar; sebab itu relakanlah hatimu dan bertobatlah. [Wahyu 3:19]
|
|
|
|
|
|
|
Renungan Lain oleh Penulis: |
|
|
|
|
|
|
|
|
Home » Renungan » Stop Berargument ! |
|
Stop Berargument ! |
|
Selasa, 01 November 2016 | Tema: Mencapai Kedewasaan Sesusi Kepenuhan Kristus |
|
|
|
|
|
Stop Berargument ! |
|
1 Samuel 13:1-14 |
|
|
|
|
|
|
Suatu pagi saya bersepeda motor mengantar anak berangkat sekolah. Seperti biasanya jalan raya dipadati kendaraan bermotor. Setiap pengendara berusaha mencari celah untuk memacu sepeda motornya dengan segera. Melihat tingkah polah pengendara seperti itu, tiba-tiba pikiran saya melayang ke masa 12 tahun yang lalu, tahun 2004 ketika saya masih tinggal di Bandung.
Suatu sore saya sedang mengendarai motor, tepatnya di Jl. BKR. Saya mengendarai motor dengan santai, tidak terburu-buru. Mungkin dengan kecepatan tidak lebih dari 40 di angka speedometer. Mendadak saya terjekut karena ada sebuah motor mendahului saya dan memotong jalan di depan saya. Sontak saya tergopoh-gopoh mengerem hingga motor menjadi oleng. Dengan marah, spontan saya berteriak, “G****k.” Kemudian pengendara tersebut menoleh dan hanya tersenyum, lalu memacu kembali motornya melaju kencang. Tambah jengkel dan keki saya jadinya.
Sampai saat ini yang masih teringat jelas adalah teriakan kata-kata kasar luapan amarah saya. Kadang jika mengingatnya saya selalu bertanya, “Mengapa saat itu saya tidak bisa menahan diri meskipun sedikit saja.” Kemudian p...selengkapnya » |
Suatu pagi saya bersepeda motor mengantar anak berangkat sekolah. Seperti biasanya jalan raya dipadati kendaraan bermotor. Setiap pengendara berusaha mencari celah untuk memacu sepeda motornya dengan segera. Melihat tingkah polah pengendara seperti itu, tiba-tiba pikiran saya melayang ke masa 12 tahun yang lalu, tahun 2004 ketika saya masih tinggal di Bandung.
Suatu sore saya sedang mengendarai motor, tepatnya di Jl. BKR. Saya mengendarai motor dengan santai, tidak terburu-buru. Mungkin dengan kecepatan tidak lebih dari 40 di angka speedometer. Mendadak saya terjekut karena ada sebuah motor mendahului saya dan memotong jalan di depan saya. Sontak saya tergopoh-gopoh mengerem hingga motor menjadi oleng. Dengan marah, spontan saya berteriak, “G****k.” Kemudian pengendara tersebut menoleh dan hanya tersenyum, lalu memacu kembali motornya melaju kencang. Tambah jengkel dan keki saya jadinya.
Sampai saat ini yang masih teringat jelas adalah teriakan kata-kata kasar luapan amarah saya. Kadang jika mengingatnya saya selalu bertanya, “Mengapa saat itu saya tidak bisa menahan diri meskipun sedikit saja.” Kemudian pikiran saya berargumen membela diri, “Ya, manusiawilah... wajar saja. Setiap orang jika mengalami itu akan bereaksi sama ataupun tidak jauh seperti itu.” Tetapi kemudian hati nurani saya menegur, “Apakah reaksi seperti itu yang benar? Apakah perkataan kasar seperti itu yang dikehendaki oleh Tuhan? Apakah sikap seperti itu yang mendatangkan kebaikan bagi sesama?” Spontan saya terdiam tidak lagi berargumen, membela dan membenarkan diri sendiri.
Berargumen, membela dan membenarkan diri sendiri itulah yang seringkali dilakukan oleh Saul ketika ditegur oleh nabi Samuel. Dia tidak mau mengakui kesalahannya. Sebenarnya Saul menyadari apa yang dilakukannya salah, tetapi dia selalu berargumen untuk mencari pembenaran dari apa yang telah dilakukannya. Dengan kata lain ketika Allah sedang berurusan dengan ketidaktaatannya, Saul selalu menolak dan menganggap benar tindakannya. Dia tidak cukup gentle mengakui ketidaktaatannya dan lebih memilih sibuk mencari alasan ini dan itu untuk membenarkan diri. Dia tidak cukup memiliki kerendahan hati untuk mengakui kesalahannya. Itulah yang membuat Allah murka dan memutuskan mencabut haknya dan juga hak keturunannya menjadi raja Israel. Sungguh sangat tragis!
Jemaat yang terkasih, Allah rindu untuk terus mengubahkan dan menyempurnakan hidup kita. Bukankah masih banyak kekurangan, kesalahan, dan dosa yang kadang atau bahkan sering kita lakukan. Ketika Allah hendak berurusan dengan hal itu demi kemurnian dan kekudusan hidup kita, bagaimana reaksi kita? Jangan berargumen untuk membela dan membenarkan diri karena sikap tersebut menghambat kita untuk bertumbuh dalam Kristus. Oleh sebab itu relakanlah diri kita digarap dan diubahkan oleh-Nya menjadi semakin serupa dengan gambaran Anak-Nya, Yesus Kristus, Tuhan kita.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
FOLLOW OUR INSTAGRAM |
|
|
|
|
|
|
|