|
SEPEKAN TERAKHIR |
|
|
|
POKOK RENUNGAN |
|
|
|
Orang-orang beriman adalah duta untuk mengenalkan pribadi Tuhan Yesus Kristus bagi sanak keluarga dan orang-orang di sekitarnya. |
|
|
|
|
|
|
Renungan Lain oleh Penulis: |
|
|
|
|
|
|
|
|
Home » Renungan » Sebuah Kisah Di Hari Cuti |
|
Sebuah Kisah Di Hari Cuti |
|
Senin, 19 Maret 2018 |
|
|
|
|
|
Sebuah Kisah Di Hari Cuti |
|
2 Timotius 1:3-5 |
|
|
|
|
|
|
Suatu hari, pagi-pagi sekali adik bungsu Ayah berkunjung ke rumah. Di hari cuti kerjanya, Tante menawarkan diri menggantikan pengasuh saya untuk mengantar saya ke sekolah. Rute yang kami lalui sama; waktu tempuhnya pun sama; tetapi berjalan di sisi Tante yang penuh perhatian membuat pagi begitu berwarna.
Setibanya di sekolah dan menaruh tas di kelas, dengan girang saya mendahului langkah Tante yang mengajak ke kantin. Itu pertama kali saya menginjakkan kaki di situ. Di antara semua yang dijajakan, saya cuma mau satu. Sepiring nasi goreng. Jadilah pagi itu saya menyantap hidangan yang sebelumnya cuma bisa ditonton. Tante sendiri tidak memesan apa-apa. Ia duduk di samping saya, menemani sampai selesai, lalu menunggu bel sekolah berbunyi sebelum melambaikan tangan.
Saya sangat terkesan dengan pagi itu. Bukan karena sepiring nasi goreng. Namun karena melalui pribadi Tante yang dekat dengan Tuhan, saya yang saat itu masih kecil merasa bahwa Tuhan sedang mengakrabkan diri dengan saya. Entah sudah berapa kali Tante menjadi duta Tuhan untuk menyatakan pribadi-Nya. Seperti pagi itu. Ketika cuti kerja, bukannya beristirahat, Tante malah berangkat pagi-pagi sekali dari rumahnya demi mengisi hari bersama keponakannya. Tante pun entah bagaimana paling bisa membaca isi hati dan k...selengkapnya » |
Suatu hari, pagi-pagi sekali adik bungsu Ayah berkunjung ke rumah. Di hari cuti kerjanya, Tante menawarkan diri menggantikan pengasuh saya untuk mengantar saya ke sekolah. Rute yang kami lalui sama; waktu tempuhnya pun sama; tetapi berjalan di sisi Tante yang penuh perhatian membuat pagi begitu berwarna.
Setibanya di sekolah dan menaruh tas di kelas, dengan girang saya mendahului langkah Tante yang mengajak ke kantin. Itu pertama kali saya menginjakkan kaki di situ. Di antara semua yang dijajakan, saya cuma mau satu. Sepiring nasi goreng. Jadilah pagi itu saya menyantap hidangan yang sebelumnya cuma bisa ditonton. Tante sendiri tidak memesan apa-apa. Ia duduk di samping saya, menemani sampai selesai, lalu menunggu bel sekolah berbunyi sebelum melambaikan tangan.
Saya sangat terkesan dengan pagi itu. Bukan karena sepiring nasi goreng. Namun karena melalui pribadi Tante yang dekat dengan Tuhan, saya yang saat itu masih kecil merasa bahwa Tuhan sedang mengakrabkan diri dengan saya. Entah sudah berapa kali Tante menjadi duta Tuhan untuk menyatakan pribadi-Nya. Seperti pagi itu. Ketika cuti kerja, bukannya beristirahat, Tante malah berangkat pagi-pagi sekali dari rumahnya demi mengisi hari bersama keponakannya. Tante pun entah bagaimana paling bisa membaca isi hati dan kebutuhan keponakannya dibanding siapa pun. Ia memberi diri dipakai Tuhan dengan dampak yang sangat besar bagi hidup saya.
Beberapa tahun kemudian, setelah saya berpindah kota, seorang guru agama mengajak kami sekelas untuk percaya kepada Yesus Kristus. Saya mendapati diri saya siap untuk menanggapi. Kalau Timotius di dalam surat Rasul Paulus mendapatkan pengaruh kuat dari nenek dan ibunya [2 Tim 1:5], saya mendapat pengaruh sangat kuat dari tante-tante dan opa saya semasa kami tinggal bersama di Jakarta. Teristimewa dari adik bungsu Ayah ini.
Sampai detik ini, adik bungsu Ayah tidak menikah. Itu tidak pernah menghalangi Tante untuk menjadi berkat melalui imannya. Menikah atau tidak bukanlah penentu berhasil atau tidaknya Tante dalam menjalani hidup. Menikah ataupun tidak, Tante sangatlah berharga, baik dalam pandangan Tuhan, di mata saya, maupun bagi orang-orang yang diberkati melalui kehadirannya.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
FOLLOW OUR INSTAGRAM |
|
|
|
|
|
|
|