|
SEPEKAN TERAKHIR |
|
|
|
POKOK RENUNGAN |
|
|
|
Jadikanlah rasa belas kasih sebagai penggerak giatnya kita melayani sesama dengan ketulusan hati. |
|
|
|
|
|
|
Renungan Lain oleh Penulis: |
|
|
|
|
|
|
|
|
Home » Renungan » Sepi Ing Pamrih, Rame Ing Gawe |
|
Sepi Ing Pamrih, Rame Ing Gawe |
|
Selasa, 16 Juli 2019 |
|
|
|
|
|
Sepi Ing Pamrih, Rame Ing Gawe |
|
Matius 15:29-31 |
|
|
|
|
|
|
Suatu hari anak saya sibuk membantu saya membersihkan rumah tanpa saya memintanya. Wah, dengan semangat dan sigap dia membersihkan kamarnya, merapikan meja belajarnya, bahkan melipat baju. Tidak berhenti disitu saja, dia menawarkan diri untuk mengepel lantai setelah disapu. Pikir saya, rajin sekali dia hari ini. Setelah semua selesai, dia mendekati saya dan kemudian berkata, “Pa, nanti siang koko pengen main ke Timezone, boleh ya?” Sambil tersenyum saya berkata dalam hati, “Oh, makanya dia rajin banget pagi ini.”
Sepi ing pamrih rame ing gawe artinya jauh dari keinginan memiliki, mengharapkan imbalan atau balas jasa, dan sebaliknya giat dalam bekerja. Ungkapan tersebut merupakan salah satu perwujudan nilai luhur tradisi Jawa di mana kita dinasihati untuk tidak mendasarkan pekerjaan kerena Imbalannya. Dengan demikian kita diajar untuk mengubur sifat egoisme sehingga dapat menghadirkan diri secara positif di tengah masyarakat, yakni dengan mengutamakan bekerja dengan giat dan baik, serta jangan memiliki pamrih pribadi yang berlebihan, sebab hal tersebut dapat mendorong seseorang untuk menghalalkan segala cara d...selengkapnya » |
Suatu hari anak saya sibuk membantu saya membersihkan rumah tanpa saya memintanya. Wah, dengan semangat dan sigap dia membersihkan kamarnya, merapikan meja belajarnya, bahkan melipat baju. Tidak berhenti disitu saja, dia menawarkan diri untuk mengepel lantai setelah disapu. Pikir saya, rajin sekali dia hari ini. Setelah semua selesai, dia mendekati saya dan kemudian berkata, “Pa, nanti siang koko pengen main ke Timezone, boleh ya?” Sambil tersenyum saya berkata dalam hati, “Oh, makanya dia rajin banget pagi ini.”
Sepi ing pamrih rame ing gawe artinya jauh dari keinginan memiliki, mengharapkan imbalan atau balas jasa, dan sebaliknya giat dalam bekerja. Ungkapan tersebut merupakan salah satu perwujudan nilai luhur tradisi Jawa di mana kita dinasihati untuk tidak mendasarkan pekerjaan kerena Imbalannya. Dengan demikian kita diajar untuk mengubur sifat egoisme sehingga dapat menghadirkan diri secara positif di tengah masyarakat, yakni dengan mengutamakan bekerja dengan giat dan baik, serta jangan memiliki pamrih pribadi yang berlebihan, sebab hal tersebut dapat mendorong seseorang untuk menghalalkan segala cara dalam mewujudkan pamrihnya. Tanggung jawab moral terhadap masyarakat jangan dikalahkan demi memenuhi ambisi pribadi. Intinya, bekerja keras tanpa memiliki pamrih apapun. Semua bentuk pengorbanan dilakukan semata-mata untuk kepentingan umum.
Nilai luhur tersebut tepat sekali disematkan kepada pribadi Yesus. Kita mendapati kemana pun Tuhan Yesus pergi melayani, pasti banyak orang berbondong-bondong mengikuti-Nya. Setelah Tuhan Yesus mengajar banyak orang dan hendak beristirahat sejenak, seringkali niat tersebut tertunda. Ketika kehadiran-nya diketahui, maka kepada-Nya dibawa orang lumpuh, orang timpang, orang buta, orang bisu, orang kerasukan setan dan banyak lagi yang lain meminta untuk disembuhkan. Tuhan Yesus pun menjamah dan menyembuhkan mereka. Dengan giat dan segenap hati Tuhan Yesus melayani mereka meskipun secara fisik, Dia merasa lelah dan membutuhkan istirahat.
Banyak orang yang telah disembuhkan-Nya; banyak orang yang telah dibebaskanya dari roh jahat; banyak orang yang mengalami pertolongan-Nya sehingga tidaklah berlebihan jika dikatakan banyak orang yang berhutang budi kepada-Nya. Tidak pernah sedikit pun Dia memanfaatkan orang-orang yang telah dibantu dan ditolong-Nya. Dia melakukannya semua itu dengan ketulusan hati. Tidak ada pamrih sedikit pun dari kerja keras yang dilakukan-Nya. Tidak sedikit pun Dia mengambil keuntungan dari apa yang dikerjakan-Nya. Tidak sedikit pun ada tuntutan balas jasa yang diminta. Sebaliknya, Dia memberi, memberi dan terus memberi.
Bagaimana Yesus bisa melakukannya tanpa pamrih? Matius 14:14 menjelaskan bahwa Dia memberikan pertolongan kepada banyak orang karena digerakkan oleh rasa belas kasihan-Nya. Rasa belas kasih yang besar inilah yang menjadi motor penggerak bagi Yesus untuk terus melayani dan terus melayani dengan keikhlasan. Belas kasih-lah yang membuat-Nya selalu fokus pada kebaikan banyak orang, bukan pada apa yang bisa Dia dapatkan dari orang banyak. Mentalitas seperti inilah yang harus terus kita kembangkan dalam kehidupan dan pelayanan kita agar kehidupan dan pelayanan kita dapat memuliakan Allah.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
FOLLOW OUR INSTAGRAM |
|
|
|
|
|
|
|